Jauh sebelum kemerdekaan tercapai, Indonesia sudah diwarnai segala perbedaan. Baik beda suku, ras maupun agama.
Namun, perbedaan itu tak lantas memecah belah. Toleransi antarumat beragama telah mengakar kuat.
Hal itu dibuktikan dengan kerelaan sejumlah warga di Kota Tual yang saling bahu membahu membangun masjid. Tidak peduli agamanya masing-masing, rasa persaudaraan yang menyatukan mereka untuk saling bertenggang rasa.
Selain di Tual, masih banyak daerah lain yang terus mempertahankan toleransinya. Mulai dari masjid dan gereja yang berdiri berdampingan, hingga memberikan kesempatan kepada umat lain untuk melaksanakan ibadahnya di rumah Tuhan.
Berikut beberapa foto yang menggambarkan betapa indahnya toleransi beragama di Indonesia:
1. Salat di halaman gereja
Pemandangan itu terjadi di Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus. Keterbukaan gereja tersebut membuat para jemaah langsung menggelar koran dan sajadah sebagai alas. Mereka pun bisa melaksanakan ibadah dengan khusyuk hingga khotbah terakhir.
Halaman gereja tersebut berjarak sekitar 100 meter dari masjid. Kebanyakan diisi jemaah wanita, sedangkan laki-laki ditempatkan di sepanjang Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang. Pemandangan ini terjadi saat umat Muslim seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Fitri pada Juli 2015 lalu.
Pengurus gereja sudah membuka pintu gerbangnya sejak pukul 05.00 WIB. Dua jam sebelum kumandang azan salat Id dimulai.
Pengurus Gereja Paroki Hati Kudus Yesus, Yohanes Kristiawan, mengaku menyiapkan halaman gereja untuk ibadah salat Ied sejak pukul 05.00 WIB. Pintu gerbang gereja dibuka lebar untuk umat muslim.
Begitu pintu gerbang halaman gereja dibuka, ribuan jamaah berduyun-duyun masuk. Mereka menggelar kertas koran dan sajadah untuk alas salat.
2. Masjid dan gereja berdampingan
Di Kota Solo, Jawa Tengah, ada dua buah tempat ibadah yang letaknya berdampingan, menempati lahan di atas sebidang tanah yang sama, bahkan alamat yang sama pula. Dua buah bangunan tersebut adalah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah. Keduanya terletak di Jalan Gatot Subroto no 222, Solo.
Tidak ada sekat tembok yang kokoh, atau batas pagar halaman yang tinggi. Satu-satunya penanda atau pemisah bangunan tersebut hanyalah sebuah tugu lilin tua, yang merupakan simbol perdamaian kerukunan umat beragama. Bahkan jamaah kedua tempat ibadah tersebut tak pernah berselisih selama puluhan tahun.
"Kita merasa bangga, bisa hidup bersama meski dengan keyakinan berbeda," ujar Sajadi, salah satu jamaah masjid, ketika ditemui Rabu (18/7).
Menurut Pendeta Nunung Istiningdya, GKJ Joyodiningratan didirikan tahun 1939, sementara musala Al Hikmah yang saat ini sudah berubah menjadi masjid didirikan tahun 1947. Suasana kondusif yang terjalin selama ini, kata Nunung, lantaran selalu terjalinnya komunikasi di antara pengurus kedua tempat beribadah itu.
"Selama puluhan tahun kami tak pernah ada konflik. Sebagai tanda kerukunan, kami mendirikan sebuah tugu lilin di antara bangunan gereja dan masjid," katanya.
Kerukunan antardua jemaah beda agama ini tidak hanya terlihat pada kegiatan ibadah sehari-hari. Saat perayaan hari besar misalnya, mereka akan saling membantu dan mengamankan kegiatan peringatan hari besar tersebut.
3. Umat kristen bantu bangun masjidSebuah foto pria berkalung salib sedang memanggul semen menuai pujian di media sosial. Sepanjang hari, pria itu mondar mandir mengangkut semen untuk membantu pembangunan masjid di Kota Tual, Maluku.
Adalah Hafiedz Khaulani Uar yang mengunggah foto tersebut. Dia ingin kisah ini diketahui dunia.
"Beta mau kasih tahu dunia kalau kemarin tanggal 1 Mei 2016, kakak laki-laki yang pakai kalung salib ini pikul semen dari pagi sampai malam. Kenapa sampai beta mau kasih tahu dunia? Karena dia pikul semen ini untuk pembangunan masjid di Kota Tual, Maluku," kata Hafiedz dalam akun sosial media miliknya.
"Beta bangga, beta senang karena di Maluku, khususnya pulau KEI kita orang hidup rukun berbeda-beda agama. Bukan karena beta Muslim, bukan karena beta Kristen, tapi karena beta orang KEI."
Kepada merdeka.com, Hafiedz bercerita sikap saling menghargai membuat antarumat beragama saling bekerja sama dan tidak segan mengulurkan tangannya.
"Kan kebetulan pernah ada konflik. Kemarin sampai bangga banget soal kerja sama antara Kristen dan Islam, karena pernah konflik tapi sampai sekarang masih bisa kerja sama. Terus di sini persaudaraan kuat banget. Bukan karena membandingkan agama, tapi karena adat itu," kata Hafiedz saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (4/5).
0 komentar:
Posting Komentar